Rabu, 08 September 2010

Analisis Kritis Kisah Rara Jonggrang

Mitos adalah cerita – cerita puitis yang menerangkan mengapa dunia / kota berbentuk seperti itu dan mengapa orang – orang berbentuk seperti itu. Mitos biasanya berhubungan dengan dewa – dewi atau roh. Legenda adalah cerita – cerita suatu peristiwa yang terjadi bertahun – tahun yang silam. Baik mitos maupun legenda mungkin telah menjadi bagian dari dunia religius yang terjalin dalam kehidupan sehari – hari. Cerita – cerita itu mungkin terlihat fantastis dan sulit dipercaya, tetapi ini merupakan bagian dari seni bercerita. Mitos dan legenda memikat, lucu, menyedihkan, bersifat mahis, dan selalu merupakan cerita yang baik.

RARA JONGGRANG

Rara Jonggrang adalah nama seorang perempuan, tepatnya nama sebuah patung perempuan yang bias ditemui di kompleks Candi Prambanan, di perbatasan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Karesidenan Surakarta. Patung itu berdiri dalam bilik candi yang etrletak di tengah. Menurut cerita penduduk setempat, Rara Jonggrang adalah seorang perempuan sangat cantik dan masih perawan. Tubuhnya senantiasa harum karena selalu menjaganya dengan wewangian tradisional.
Rara Jonggrang adalah putri kesayangan raja sakti, yang namanya Ratu Baka, penguasa tunggal di Prambanan. Beberapa waktu lalu, Prambanan mendapat serangan dari Pengging yang kemudian mengalahkannya. Akan tetapi, bila dilihat dengan cermat, pasukan Pengging tidak mungkin mengalahknannya tanpa bantuan seorang muda yang sakti bernama Bandawasa. Pemuda itulah yang memungkinkan Pengging mengalahkan Prambanan dan membunuh Ratu Baka.
Karena telah mengalahkan Prambanan, Bandawasa minta izin pada pemerintah Pengging untuk bertakhta di Prambanan dengan tetap menghormati Pengging sebagai pusat kekuasaan. Bandawasa memiliki ajian yang terkenal dengan nama Bandung. Ajian itu adalah kemampuan untuk mengerahkan tenaga makhluk – makhluk halus agar membantunya jika ada kesulitan, makhluk halus jumlahnya bias ratusan juta dan dating dari penjuru dunia.
Karena Bandawasa merasa tidak perlu mendapat bantuan, ia pun datang menemui Rara Jonggrang untuk meminangnya. Begitu mendengar pinangan itu, rasanya hampir pingsan perawan Jonggrang, sebab ia masih benci kepada Bandawasa karena sudah membunuh ayahnya. Bandawasa menyadari akan tetapi ia berpikir keras untuk membujuknya, Jonggrang sibuk mencari akal bagaimana menolaknya. Jonggarang sambil meminta saran dari inang, kemudian ada inang yang mempunyai ide untuk minta syarat kepada si Bandawasa agar bias membuatkan candi sebanyak seribu buah dan sepasang sumur yang dalamnya seribu kaki , dan keduanya harus di selesaikan dalam waktu satu malam sebelum orang – orang di Prambanan menumbuk padi dan pasar mulai ramai. Keesokan harinya Jonggrang bertemu dengan Bandawasa untuk menyebutkan syarat – syarat itu. Meskipun permintaan jonggrang sangat berat namun Bandawasa tetap menghadapinya sebagai tantangan.
Hari yang dijanjikan tibalah. Mulai pukul empat sore Bandawasa mengerahkan ajian Bandungnya sehingga ratusan makhluk halus berdatangan. Akan tetapi, tentu saja kehadiran mereka tidak tampak , hanya kehadiran mereka bias terasa, terutama oleh orang – orang yang peka. Menjelang maghrib, Bandawasa segera memberikan perintah dan membagi tugas. Bandawasa memang hebat, pikirannya sangat jernih. Ia memang berbakat menjadi pemimpin yang baik. Tatkala maghrib sudah lepas, mulailah makhluk – makhluk halus itu bekerja. Penggalian tanah untuk membuat sumur tampaknya lebih cepat. Menurut penduduk setempat, ada kurang lebih 500 makhluk halus yang mengerjakan dua sumur itu. Ini tentu saja mengherankan. Bagaimana mungkin mereka tidak berdesak desakan ? Akan tetapi, kita maklum karena merupakan makhluk halus, mereka bias saling berhimpit tanpa menimbulkan masalah. Pada pukul 12 tengah malam, dua sumur sudah siap. Sudah ada 457 candi yang siap. Jadi, masih kurang 543 buah candi. Tatkala hal ini dilaporkan kepada Jonggrang, perawan cantik itu pun terkejut. Akan tetapi, Temiyi, inang pengasuh yang cerdas itu memberi tahu bahwa pekerjaan Bandawasa bias di buyarkan oleh orang – orang desa yang menumbuk padi, pergi kepasar, dan kerja lainnya. Jonggrang pun maklum. Oleh karena itu, untuk persiapan, ia segera memrintahkan beberapa orang ponggawa yang masih setia untuk siap – siap membangunkan penduduk dan diminta untuk menumbuk padi, pergi kepasar, dan mengerjakan pekerjaan lainnya.
Tepat pukul 4 pagi, kekurangan candi tinggal 187. Mendengar laporan ini, Jonggrang segera memerintahkan prajurit untuk membunyikan bebunyian yang menimbulkan kesan orang bekerja. Makhluk – makhluk halus yang mendengar orang menumbuk padi menjadi ketakutan. Mereka langsung meninggalkan Bandawasa tanpa pamit dengan pekerjaan yang belum selesai. Bandawasa tahu bahwa saat itu masih malam dan belum pagi, tetapi ia tidak dapat mencegah perginya makhluk – makhluk halus itu. Itulah sebabnya ia menjadi sangat marah. Ia mendatangi Jonggrang dan langsung mengutuk bahwa Jonggrang dan langsung mengutuk bahwa Jonggrang berhati batu. Seketika itu juga, Jonggrang berubah menjadi arca yang hingga sekarang masih bias kita kunjungi bersama di Candi Prambanan.

Analisis Kritis.
Legenda ini menunjukkan bahwa Jonggrang bukanlah seorang perempuan yang berani dan ia kurang tegas dalam menolak pinangan Bandawasa padahal Jonggrang sangat benci kalau bertemu dengan Bandawasa, Ia main licik dan menghalalkan segala cara untuk menghindari pinangan Bandawasa dengan meminta saran dari pengasuhnya. Temiyi, si inang memang tampak cerdik pada permulaan. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya, gagasannya yang hebat kedodoran karena Bandawasa mampu melaksanakan syarat-syarat yang di ajukannya.

Pesan
Legenda ini memberi pelajaran kepada kita bahwa kita harus konsekuen dengan apa yang sudah kita katakan. Seperti kata pepatah, harga diri manusia antara lain terletak pada bibirnya. Kalau antara kata dan perbuatan tidak cocok, tentu bisa merepotkan. Legenda Rara Jonggrang ini memberi contoh kepada kita.

Setiap Orang Unik

SETIAP ORANG UNIK: MEMBANTU INDIVIDU TUMBUH DAN BERKEMBANG

Pendahuluan : Guru CTL Yang Serba Bisa

Mengajar dengan menggunakan CTL terdiri dari beberapa komponen yang masing-masing harus digunakan untuk menguatkan yang lain. Menyeimbangkan komponen-komponen ini membutuhkan keserbabisaan yang luar biasa. Para guru CTL adalah konsultan penelitian, pengawas proyek, penuntun pemikiran kritis dan kreatif, perantara antara masyarakat bisnis dan dan para siswa, dan ahli dibidang pelajaran mereka. Sifat dasar CTL adalah menuntut para guru untuk menasihati, mendedikasikan diri bagi setiap siswanya.

Mengajar Dan Lingkungan Belajar

Setiap orang tua menginginkan anaknya aman di sekolah, dilindungi dari bentuk penderitaan baik yang disebabkan oleh kekerasan, ketidaksensitifan guru, maupun ejekan dari teman-teman sekelasnya. Karena lingkungan sekolah sangat memengaruhi akan jadi apa anaknya nanti. Dalam CTL terdapat komponen yang mengharuskan guru mengenal setiap siswa sehingga semakin besar guru mewujudkan potensi seorang siswa dan membantunya mencapai keunggulan akademik. Jika guru mengetahui bakat dan minat masing-masing siswa maka guru dapat menolong siswa untuk mencapai standar akademik yang tinggi. Guru sangat memengaruhi bagaimana siswa memandang diri mereka dan kemampuan mereka. Perkembangan siswa di sekolah bergantung pada lingkungan kelas dan perhatian yang mereka terima. Prinsip Universal pengorganisasian diri menanam potensi terpendam yang tak terbayangkan kedalam semua sistem kehidupan. Potensi terpendam di dalam manusia menjadi nyata ketika dia bergerak mengisi harinya. Menjalani kehidupan memunculkan dirinya yang sepenuhnya. Pengalaman yang dialami seorang anak dengan seorang guru dapat mempengaruhi pertumbuhan seorang anak tersebut. Pengalaman-pengalaman yang positif dengan guru mereka menyebabakan siswa bertumbuh secara pribadi dan secara intelektual.

Pengaruh Hubungan Dengan Orang Lain

CTL meminta guru untuk membantu setiap siswa tumbuh dan berkembang, sebagian karena jejaring hubungan memberi sebuah konteks bagi pertumbuhan pribadi. Prinsip kesalingtergantungan menghubungkan segala hal di alam semesta dengan hal yang lainnya, menghubungakan semua entitas ke dalam keberadaan dengan entitas lain dan membentuk jaring atau konteks luas yang terdiri dari hubungan-hubungan. Linkungan sebuah sekolah juga terbentuk dari sebuah jarring-jaring hubungan yang saling terkait yang mencerminkan keadaan yang sama di alam semesta. Para guru CTL mengusahakan berbagai ragam hubungan dalam jumlah yang banyak. Mengenal setiap siswa dan berhubungan dengan setiap siswa dengan cara yang tepat merupakan dasar prestasi akademik pada semua tingkatan. Jika mereka mengenal para siswanya, mereka bisa mengetahui kapan kesempatan belajar yang tidak lazim dapat berguna. Para guru yang mengenal siswanya dapat melakukan lebih dari sekedar memberikan kesempatan untuk menghubungkan pembelajaran dengan minat pribadi mereka. Seorang guru dapat sangat mempengaruhi bagaimana seorang siswa melihat dirinya dan berhubungan dengan orang lain. Bagi orang-orang dewasa yang melihat kembali masa-masa sekolahnya, jelas setiap siswa memerlukan perhatian individual dari gurunya. Maturana berkata bahwa semua manusia memerlukan dan bergantung pada cinta. “Cinta” didefinisikan sebagai perilaku yang menyatakan setiap orang, tempat, atau benda sebagai “ hal lain yang sah”, yang berhak untuk berada bersama dengan yang lain untuk berkembang. Cinta memperluas pandangan kita sehingga kita mengakui bahwa orang atau benda memiliki hak untuk hidup berdampingan bersama kita. Mengenali nilai dari “pihak lain” menuntun pada perilaku yang menjaga dan memeliharannya. Kecerdasan bukanlah sesuatu yang dimiliki sebagian orang, dan tidak dimiliki sebagian lagi, melainkan semua siswa adalah cerdas. Sekolah hanya perlu memberikan mereka konteks-konteks dan pengalaman-pengalaman yang mereka butuhkan untuk menyadari potensi mereka. Maturana mendefinisikan kecerdasan adalah sebagai kapasitas untuk menjadi mampu, dapat bertanggung jawab, dan mampu menyesuaikan dengan keadaan seseorang.

Membantu Setiap Siswa Tumbuh Dan Berkembang

Orang-orang yang mengatur sekolah tidak menyadari bahwa para siswa akan tumbuh pesat jika mereka menerima perhatian individual dari seorang guru yang peduli. Seringkali guru ditempatkan di dalam kelas sepanjang hari. Akibatnya sangat sulit bagi mereka untuk berbincang-bincang dengan lebih sering dan secara teratur dengan setiap siswa. Untungnya para politisi dan dewan sekolah di beberapa tempat telah melihat manfaat dari memberikan kesempatan guru untuk mengenal para siswa karena didorong rasa tanggung jawab yang kuat atas pekerjaannya dengan menyumbangkan waktu, tenaga dan sumber daya pribadi mereka untuk memperlakukan para siswa sebagai pihak lain yang sah keberadaanya, sama bernilai dengan diri mereka sendiri.

Pemimpin adalah manusia. Tetapi tidak semua manusia itu pemimpin.

Pemimpin adalah manusia. Tetapi tidak semua manusia itu pemimpin.

Dikemukakan bahwa sungguh suatu kesalahan fatal jika menyamakan antara pemimpin dan manajer. Dalam dunia bisnis memang selalu mengasosiasikan bahwa pemimpin adalah manajer. Padahal, dalam suatu organisasi antara manajer dan pemimpin memiliki peran yang sama sekali berbeda, bahkan tidak jarang bertentangan.
Perbedaan antara manajer dan pemimpin adalah sebagai berikut:
• Menajer mengelola; pemimpin menginovasi.
• Manajer adalah tiruan; pemimpin adalah orisinal.
• Manajer mempertahankan; pemimpin mengembangkan.
• Manajer berfokus pada sistem dan struktur; pemimpin berfokus pada orang.
• Manajer bergantung pada pengawasan; pemimpin membangkitkan kepercayaan.
• Manajer melihat jangka pendek; pemimpin melihat perspektif jangka panjang.
• Manajer bertanya kapan dan bagiamana; pemimpin bertanya apa dan mengapa.
• Menajer melihat hasil pokok; pemimpin menatap masa depan.
• Manajer meniru; pemimpin melahirkan.
• Manajer menerima status quo; pemimpin menentangnya.
• Manajer adalah prajurit yang baik; pemimpin adalah dirinya sendiri.
• Manajer melakukan hal-hal dengan benar; pemimpin melakukan hal-hal yang benar.
Dengan paparan di atas, kita mejadi paham bahwa manajer dan manajemen dikenal karena keterampilannya memecahkan masalah, sedangkan pemimpin dikenal karena mahir mendesain dan membangun intuisi, menjadi arsitek organisasi masa depan.

cerita lucu

V A M P I R E

Ada tiga vampire yang sedang berunding melakukan hal – hal yang paling sadis dan keji.

Vampire 1 : “ Oke, sekarang akan saya buktikan bahwa saya vampire yang paling sadis “

Kemudian dengan secepat kilat, vampire itu melesat keluar, dan beberapa menit kemudian ia kembali dengan mulutnya yang berdarah.
“ Ha… ha… ha…, coba kau lihat desa di seberang jalan itu, desa itu sudah kuhancurkan dan penduduknya sudah kuhisap darahnya. “

Vampire 2 : “ Ah…, memangnya kamu saja yang bias begitu? Itu tak seberapa.”

Tiba – tiba, secepat cahaya vampire 2 itu melesat keluar, dan tak berapa lama, kira – kira 7 menit, ia juga kembali dengan mulut penuh darah. Kau lihat, akupun bisa sepertimu. Coba kau tengok diseberang sungai itu! Tak seorangpun penduduk di sana yang masih hidup.

Vampire 3 : “ Omong kosong! Kau lihat aku.”

Cring ! Vampire 3 ngeloyor keluar dan tidak sampai semenit ia kembali dengan mulutnya yang penuh dengan lumuran darah……

Vampire 1 dan 2 : (takjub) “Hebat, ternyata kau memang hebat.”

Vampire 3 : “Apanya yang hebat? Kalian lihat tuh …..!”

Vampire 2 : “ Desa mana yang kau bantai?”

Vampire 3 : “ BORO – BORO DESA, TUH KALIAN LIHAT TIANG LISTRIK DI DEPAN. GUE YANG HANTEM. NIH BUKTINYA JONTOR BIBIR GUE …..”

Action Research

Action Research


I. TOPIK
Guru menemukan coretan dan tulisan siswa di meja atau dikursi siswa. Guru sesering mungkin selalu memeriksa meja atau kursi siswa tetapi selalu saja masih ada coretan dan tulisan baru.

II. MASALAH PENELITIAN
Bagaimana supaya siswa tidak membuat coretan dan tulisan di meja atau kursi siswa?

III. TUJUAN PENELITIAN
Supaya siswa tidak membuat coretan atau tulisan di meja atau dikursi siswa.

IV. PROGRAM INTERVENSI
a. Tempat duduk siswa setiap minggu selalu di pindah sehingga siswa biar merasakan duduk di depan, ditengah dan dibelakang.
b.Latar belakang siswa rata rata adalah dari keluarga kelas menengah ke atas dan karakter siswa yang berbeda beda.
c.Guru memberikan informasi bahwa meja atau kursi bukan tempat untuk mencoret atau menulis sesuatu, tetapi dikertas.
d.Jika informasi tersebut dihiraukan oleh siswa dan masih ditemukan lagi ada coretan atau tulisan dimeja, maka guru memberi hukuman kepada siswa untuk mempertanggung jawabkan perbuataannya yaitu dengan membersihkan meja atau kursi yang dicoret atau ditulis.
e.Jika setelah dibersihkan tetapi masih diulang lagi mencoret dan menulis meja atau kursi maka guru akan memanggil orang tua siswa untuk datang kesekolah.

V. EVALUASI
a.Guru memberikan media bagi siswa yang menyukai menulis atau menggambar dalam pelajaran Bahasa Indonesia dan Melukis serta media Majalah Dinding.
b.Siswa sangat antusias dengan media tersebut, tetapi siswa yang mencoret dan menulis diatas meja atau kursi disebabkan karena faktor tangan yang iseng dan siswa yang kurang bertanggung jawab.
c.Respon siswa sebelum tindakan adalah siswa sangat tidak peduli dengan kegiatan mencoret dan menulis di meja atau di kursi siswa.
d.Selama informasi diberikan siswa ada yang tidak peduli dan ada yang memperhatikan informasi tersebut.
e.Setelah tindakan pemberian hukuman dilakukan, siswa sudah tidak melakukannya lagi dan siswa berjanji tidak melakukannya lagi. Sehingga sebelum ada tindakan pemanggilan orang tua siswa, siswa sudah menyadari perbuatannya salah dan berjanji tidak mengulanginya lagi.

Psikologi Pendidikan

Sekolah Kultural

Banyak guru tidak memperhatikan konteks kultural sekolah dan latar belakang kultural dari murid di kelas karena para guru tersebut hidup di tempat yang jauh dari lokasi sekolah tempat mereka mengajar guru dan murid juga mungkin besar dalam kultur yang berbeda, guru harus memahami lingkungan tempat sekolah berada jika guru tersebut tinggalnya jauh dari sekolahnya, guru bias berbelanja di toko disekitar sekolah mengenal tokoh masyarakat yang ada di sekitar sekolah dan membaca koran setempat, sehingga guru dapat lebih menjadi mengerti kultural kehidupan murid mereka. Pemberian pelajaran bermuatan lokal di sekolah bisa diberikan oleh sang guru untuk memberi contoh berdasarkan kehidupan murid mereka.

Gerakan Kultural Melawan Terorisme

Negara-negara Barat dan sekutu-sekutunya di wilayah Irak dan Afganistan pada awal tahun 2007 semakin memfokuskan perhatian pada rekonstruksi dan persoalan politik yang lebih luas untuk melawan terorisme dan ekstrimisme. Rekonstruksi tersebut lebih ditekankan melalui reformasi pendidikan (Kompas, 20/02/07). Upaya melawan terorisme dan ekstremisme tidak bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan kekuatan militer. Sejauh ini kekuatan militer yang digunakan di Afganistan dan Irak tidak dapat menghilangkan terorisme dan ekstremisme. Semakin besar kekuatan militer digunakan, semakin besar pula reaksi terorisme. Irak adalah salah satu contoh dari kegagalan pendekatan tersebut. Kekerasan di Irak semakin meningkat seiring dengan penyisiran dan penangkapan para ekstrimis.

Tak Berhasil Meredam

Militerisme hanya mampu memusnahkan, namun tidak berhasil meredam pesona ajaran terorisme. Teror yang berkembang di Irak bukanlah ekspresi dari keputusasaan, melainkan panggilan perjuangan suci. Bagi mereka mengorbankan jiwa demi tegaknya agama Allah adalah sesuatu yang sangat mulia, yang mereka sebut jihad. Karena itu penangkapan tidak akan bisa menahan laju penyebaran panggilan jihad semacam ini. Masih tingginya angka bom bunuh diri dan penculikan yang disertai pembunuhan di Irak menunjukkan begitu banyaknya jumlah teroris di sana. Padahal teroris yang tertangkap dan terbunuh sudah mencapai jumlah yang teramat banyak.
Hingga kini kekerasan di Irak terus berlanjut. Tidak ada tanda bahwa konflik antarkelompok itu akan berakhir. Hampir setiap hari terjadi ledakan bom, sebagiannya merupakan bom bunuh diri. Bom tersebut merupakan ekspresi dari ketidakpuasan kelompok umat Islam tertentu terhadap yang lainnya, sehingga aksi teror bom sebetulnya ditujukan kepada kelompok masyarakat yang tengah berkuasa yang dianggap bersekutu dengan pasukan internasional (Amerika dan Sekutunya).
Fenomena itu merupakan radikalisme yang disebabkan oleh kegagalan Amerika dalam menyelesaikan krisis politik pasca tergulingnya Presiden Irak, Saddam Hussein, di tahun 2003 lalu. Pada dasarnya penyerangan dan penggulingan Saddam Hussein sendiri merupakan kebijakan yang tidak tepat. Pergantian kepemimpinan di Irak secara paksa justru menimbulkan krisis politik yang memprihatinkan. Alih-alih terbangunnya demokrasi sebagaimana diharapkan Bush, justru kekacauan dan kekerasan yang terjadi. Selain itu, perlindungan Amerika atas kekejaman Israel terhadap masyarakat Lebanon—dalam perang selama kurang lebih 1 bulan—dan Palestina juga merangsang kemunculan radikalisme, sebagaimana terlihat dalam militansi rakyat Palestina dalam melawan tentara Israel, yang diantaranya menggunakan bom bunuh diri.

Pendekatan Kultural

Namun terlepas dari faktor tersebut, radikalisme itu sebenarnya lebih banyak dipengaruhi oleh faktor pola keberagamaan. Karena itu, pendekatan kultural adalah cara yang tepat dalam menangani terorisme dan ekstrimisme. Pembentukan kepribadian dan keberagamaan seseorang sangat ditentukan dari apa yang mereka dengar dan alami sehari-hari. Tidak salah jika dikatakan bahwa sekolah-sekolah agama—dan pengajian-pengajian informal di masyarakat—memiliki kontribusi signifikan dalam menetaskan dan menyuburkan pandangan terorisme dan ekstrimisme.
Menurut pengakuan salah seorang mantan aktivis Jamaah Islamiyah yang pernah mengalami peperangan di Afganistan melawan penjajahan Uni Soviet, sebelum diterjunkan dalam medan perang mereka harus menjalani pendidikan terlebih dahulu selama tiga tahun (Nasir Abas, 2005). Dalam pendidikan itu bukan hanya latihan perang dan pengenalan tentang persenjataan, melainkan juga pendidikan akidah. Dalam Islam, akidah adalah fondasi amal. Segala perbuatan berdasar pada akidah. Jika akidahnya lemah akan tecermin dalam amalnya. Kegigihan atau militansi seorang pejuang agama dibentuk sedemikian rupa dalam pendidikan itu. Jadi, bukan pengalaman perang itu sendiri yang membentuk militansi seseorang.

Bagaimanapun sekolah-sekolah agama masih mendapatkan tempat yang tinggi di masyarakat muslim. Karena itu pandangan keberagamaan yang moderat perlu ditingkatkan di sekolah-sekolah agama. Sungguhpun hasil dari pendidikan baru terlihat setelah beberapa tahun, namun upaya perbaikan melalui pendidikan dan gerakan kultural lainnya adalah cara yang paling tepat dan efektif.
Pandangan keagamaan moderat akan dihasilkan oleh sistem pendidikan moderat. Sistem pendidikan moderat terdiri dari kurikulum moderat dan guru moderat. Oleh sebab itu, melawan terorisme untuk jangka panjang tidak cukup menggunakan pendekatan militer, tetapi harus menggunakan jalur pendidikan: kurikulum pendidikan harus memuat nilai-nilai moderat dan para pengajarnya pun harus berjiwa moderat.

Wisata Edukasi ke TMII

WISATA EDUKASI KE TMII

Hari Rabu, 31 Maret 2010, siswa-siswi kelas IV SDK Agus Salim Bekasi mengadakan wisata edukasi ke TMII (Museum IPTEK, Museum air tawar, Museum serangga, dan Keong Emas). Sebelum memasuki museum, mereka berkeliling melihat berbagai rumah adat Indonesia dengan mengendarai bis yang mengantar mereka sampai TMII. “Wooww… serangganya banyak sekali.” teriak siswa-siswi saat mereka memasuki Museum serangga. Mereka juga kagum saat melihat berbagai macam jenis binatang yang hidup di air tawar. Kekaguman atas tanah air lebih terpancar dari wajah para siswa saat mereka menonton film tentang Indonesia di Keong Emas. ***